Korban
CINTA
Oleh :
AL-HABIB
MUHSIN'ALI AL-HINDUAN
Diterbitkan dalam rangka
Haul Akbar ke-25 tahun 2005
AL-ALLAMAH
AL-HABIB MUHSIN
BIN'ALI AL-HINDUAN RA
MAJELIS
THARIQAT
ALAWIYAH NAQSYABANDIYAH
MUHSINIYAH
S I T U B O N D O
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Maha suci Allah yang telah memberikan rasa
cinta-nya kepada semua insan , kemuadian ia berikan sifat tersebut sebesar
darrah kepada manusia, sehingga seorang ibu mencintai anak nya, sehingga
binatang buas yang tak berakal pun karena rasa cinta yang di berikan Allah, Tak
pernah binatang tersebut memakan anak nya sendiri.
Shalawat dan Salam Kepada kekasih Allah yang
mulia , junjungan kami dan wasilah cinta kami kepada Allah SWT. Pemimpin para
pecinta Allah, Muhamad SAW serta keluarga dan sahabatnya, shalawat dan salam
yang kekal sebagaimana kekalnya kekuasaan Allah SWT.
Cinta kepada Allah SWT adalah puncak
kenikmatan tertinggi. Jika tertanam rasa cinta di dalam hati seorang hamba
terhadapnya makahilanglah segalanya kecuali Dia. Tak ada yang diinginkan
kecuali perjumpaan dengan-nya ( kekasihnya)
Diceritakan , Samman duduk di dalam hati
masjid membicarakan tentang cinta, Tiba-tiba datanglah seekor burung kecil lalu
mendekat kepadanya atas tangannya. Kemudian semakin mendekat hingga hinggap di
atas tangannya. Kemudian burung tersebut mematukkan paruhnya ke tanah sehingga
mengalir darah . Dan burung itupun mati, karena cerita cinta yang di kisahkan
oleh Samnun.
Sungguh anugerah yang terbesar , yang di
berikan oleh Allah adalah cinta . Semoga kecintaan kita tertuju kepadanya atau
paling tidak, kita mencintai orang-orang
yang mencintainya, sehingga kita di golongkan kepada orang-orang yang
mencintai Allah.
Semoga buku ini dapat menjadi i'tibar bagi
mereka yang mau mengambil pelajaran dari kisah ini.
Wasalam
dari pernebit
Situbondo,
J u l i 2005
KATA PENGANTAR
Cinta kepada Allah adalah puncak dari segala
tingkat.
Tidaklah
ada sebuah tingkatan setelah cinta melainkan tingkatan itu merupakan buah dari
beberapa buah cinta atau bagian dari beberapa bagiannya, seperti '' syauq'' (rindu) merana hati karena Allah, ridha dan lain-lain sebagainya.
Demikian
juga tidaklah ada suatu tingkat sebelum cinta melainkan tingkat itu merupakan suatu '' muqadimah'' ( pendahuluan)
dari beberapa pendahuluannya , seperti taubat , sabar, dan zuhud (tidak
meletakkan hati kepada dunia) dan lain-lain sebagainya. Cinta kepada Allah dalam arti hakekatnya telah di ingkari
sebagian 'Ulama dan mereka berkata : 'Tidak ada arti dari mencintai Allah
melainkan tetap mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Adapun
untuk mencapai hakikat cinta dengan lain jenis tidaklah mungkin''.
Setelah
mereka mengingkari hakikat cinta maka dengan sendirinya mereka mengingkari juga
akan ada nya ''uns'' (mesra). Rindu dan lezat munajat dengan Allah dan lain sebagainya.
Adapun
hakikat yang terkandung dalam risalah kecil yang kami beri nama '' KORBAN CINTA '' ini, melukiskan cinta suci
murni dari seorang hamba kepada tuhannya. Cinta yang di perolehnya dari
merenungi Keindahan-nya (jamalul rububiyah) yaitu sebagaimana tersebut dalam sebuah
hadist Qudsi: '' Aku sediakan bagi hamba-hambaku yang shaleh apa-apa yang mata
belum pernah melihat , telinga belum pernah mendengar, dasn belum terlintas di hati seorang ,
manusia jua pun''.
Mudah-mudahan
hikayat ini akan memeberi faedah yang sebesar-besarnya bagi setiap pembaca yang
membacanya dengan penuh rasa tadabbur dan tafakkur akan segala rahasia-rahasia yang terkandung
di dalamnya. Amin
Situbondo,
Juli 1971
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Berkata Al-Imam Sariy As-Saqthi Radhiyallahu ’Anhu.
Pada suatu malam aku tak dapat tidur
sedikitpun, padahal aku baru saja memberati diriku dengan mengerjakan sembahyang tahajud serta
memperbanyak tafakkur.
Setelah selesai sembahyang subuh,
keluarlah aku dari rumah tanpa maksud dan tujuan tertentu . Seraya kataku dalam
hati : “Alangkah baiknya aku pergi menemui seorang penasehat, kalau-kalau
hatiku bisa mendapatkan ketenangan dengan nasehat dan anjurannya”. Akan tetapi
setelah aku sampai kesana , tiada yang ku dapatkan kecuali
kegelisahan,kesumpekan dan kekerasan hati yang semakin bertambah.
Kata hatiku sekali lagi : “Aku akan pergi
ke penjar untuk mengambil i’tibar
( Pelajaran )
di dari orang-orang hukuman”. Demi
setelah aku sampai kesana,masih juga hatiku tetap seperti biasa , tiada berubah
juga . kemudian hatiku berkata lagi :
“Lebih baik aku pergi ke rumah sakit jiwa saja, kerana disana aku dapat mengambil i’tibar dengan
orang-orang yang sedangmengalami cobaaan”.
Demi setelah aku sampai di rumah sakit
jiwa, tiba-tiba hatiku menjadi sadar dan teruslah aku masuk ke dalam.
Setibanya di dalam terlihat olehku
seorang wanita jariyyah ( hamba sahaya) yang sedang duduk di atas tempat tidur
Wanita itu amatlah cantik, berpakaian indah dan dari badannya,
aku mencium aroma yang sangat harum. Dia menundukan kepalanya kepalanya
kebawah, sedang kedua kaki dan tangannya di belenggu. Demi setelah dia
melihatku, bercucuranlah air matanya seraya ia bersyair :
Aku berlindung demi engkau
Janganlah Engkau belenggu
Tangan kaki tak berdosa itu
Engkau membelenggunya sampai ke leherku
Padahal ia tak mencuri tak berkhianat
Di sekitar dadaku terasalah olehku
Panas api yang membakar hatiku
Namun.........................
Walaupun ia kau jadikan sepotong-sepotong
Demi hak-mu takkan kuuundurkan sedikit jua.
Berkata Sariy As-Saqtyi Radhiyallahu’Anhu ::
Setelah ku dengar syair wanita itu, bertanyalah aku kepada
penjaga rumah sakit itu : Mengapa wanita itu di titipkan disini ?”.
Jawab penjaga : “Wanita itu gila . Oleh tuannya dititipkan
disini agar ia sadar dan sembuh kembali.
Kata sariy As-Saqthi selanjutnya : “Maksudku ingin mendekati
wanita itu, tetapi penjaga menghalangiku”,seraya berkata : “Janga coba-coba
tuan mendekatinya, karena penyakit wanita itu amatlah berbahaya.
Mendengar kata penjaga yang demikian itu, semakin deraslah
airmatanya mengalir, seraya bersyair :
Wahai manusia, bukanlah aku gila
Namun aku mabuk dengan hati sadar
Aku mabuk dengan mencintai kekasih
Nan tak kuasa aku menjauhi-Nya.
Kebaikan yang kau pandang sebagai kebinasaan
Itulah dia kebaikanku
Tak kan berdosa orang mencintai
Tuhandari segala yang di pertuhankan
Setelah kudengar syair
wanita itu, sesaklah rasa dadaku sehingga aku menangis, Demi ia melihatku
menangis, berkatalah ia kepadaku : “Tangismu itu hanya di sebabkan mengingat
sifat-sifatnya semata, betapa sekiranya engaku kelak dapat mengenal-Nya ?”.
Kemudian ia menangis lagi seraya bersyair :
Engkau pakaiakan aku pakaian rindu
Alangkah sedapnya pakaian itu
Engkau dalah Tuhan dari segala manusia
Dan Tuhan yang Haq, pada mulanya
Hatiku penuh
aneka warna cita-cita
Namun, setelah
melihat-Mu dengan nyata
Bersatulah Cintaku
pada-Mu seorang
Orang yang kubenci kini menjelma
Menjadi orang yang mendengkiku, namun
Aku menjadi orang yang di pertuan
Setelah engkau menjadi tuanku
Ku tinggalkan
manusia, dunia dan
Agama mereka
karena sibuk oleh cinta-Mu
Wahai dunia dan
agamaku,
Kerinduan dalam
hati dan jiwa
Kesemuanya adalah
dari padaku
Sedang cinta dan
kekasihku
Telah menguasai seluruh
dariku.
Berkata Sariy As-Saqthi selanjutnya :
Kemudian itu bertanyalah
aku kepada wanita itu : “Hai wanita ”Labbaik hai Sariy “, jawabnya . Aku
termanggu keheranan karena ia mengenal akan namaku, lalu aku bertanya : “Dari
mana engkau menegenal aku, padahal tiada pernah aku melihatmu ?. Jawabnya : “Tuhan yang
mengetahui segala yang ghaib, Dialah yang telah mengenalkan aku dengan engkau”.
Sebab apakah engkau dipenjarakan disini, padahal demikian
tinggi ma’rifah (pengetahuan) dan keikhlasanmu dalam mencintai Dia ’’ tanyaku.
Jawabnya : ”Mereka mengira aku gila, padahal merekalah yang
lebih kayak disebut gila”. Kemudian itu ia Menangis tersedu-sedu.
“siapa namamu ?” tanyaku.
“Tuhfah ” jawabnya.
Lalu kataku kepada penjaga rumah sakit itu, “Lepaskan belenggu
itu dari tangan dan kakinya !” maka lalu dilepaskanlah.
Kemudian kami bercakap-cakap beberapa saat. Tiba-tiba
datanglah Tuan pemilik jariyah itu. Setelah melihat kami, ia memberi salam
penuh hormat padaku, lalu aku berkata kepadanya : “ Wanita itu lebih berhak
mendapatkan kehormatan. Mengapakah tuan berbuat begini dan apakah yang tiada
menyenangkan tuan dari keadaan wanita itu ?”.
Ia menjawab : “Ialah tangisannya yang tiada putus-putusnya
siang dan malam, tiada mau tidur sama sekali dan kamipun tak dapat tidur
karenanya”.
Demi Allah, wanita ini adalah barang daganganku yang kubeli
500 (lima ratus) dinar”
“Apakah pekerjaanya ?” tanyaku.
“Dia ahli memainkan gambus” jawabnya.
Aku bertanya lagi : “ Bagaimana asal mulanya menjadi begitu ?”.
Ia menjawab : “ketika ia menyanyi sambil memetik gambus dengan
syairnya :
Penuh jiwa ragaku oleh
kerinduan
Betapa ‘kan kudapat berkata,
Bercakap dan berjalan
Demi hak-mu, janji itu takkan
Dilenyapkan zaman
Wahai yang tiada Tuhan melaikan
Dia
Relakan Engkau kiranya
melihatku
Sebagai seorang hamba bagi sesama manusia
Tiba-tiba gambus itu dilemparkannya, sehingga menjadi pecah
dan hancur. Demikianlah asal mulanya ia menjadi gila, sebagaimana tuan saksikan
sekarang ini”.
Mendengar cerita tuannya yang demikian itu, Tuhfah bersyair
lagi katanya :
Bercakaplah Al-Haq denganku
dalam hati
Menjadikan Ia penganjurku, pada
lidahku Ia
Mendekatkan daku, setelah
menjauhkan dan menjadikan daku
pilihan-Nya.
Berkata Sariy As-Saqthi kepada pemilik wanita jariyah itu : “Lepaskanlah
dia itu dan besok akan saya berikan kepada tuan lima ratus dinar insya Allah
sebagai ganti harganya. “ Biarlah ia tetap tinggal disini dahulu sehingga uang
itu saya terima dari tuan”, jawabnya.
Setelah itu akupun pulang kembali kerumah dengan hati pilu, memikirkan
jariyah Tuhfah itu.
Dipertengahan malam itu, datanglah orang mengetuk pintu rumahku, maka keluarlah
aku. Kudapatkan lima orang laki-laki, maka segera kutanyai mereka, : “Apakah
maksud kedatangan saudara-saudara sekalian kemari dimalam yang kelam kabut ini
?”.
Salah seorang diantara mereka menjawab : “Kawan-kawan dijalan Allah ini
sama datang berkunjung kemari dengan izin Allah, untuk sesuatu hal yang amat
penting, semoga sudilah tuan memberi izin kepada kami masuk ke dalam rumah
tuan”.
Setelah mereka masuk, terlihat olehku masing-masing ada membawa kantong
yang berisikan dinar. Salah seorang diantara mereka bertanya kepadaku, katanya
: “Adakah tuan mengenal akan saya ?” “Tidak kenal”, jawabku. “Saya bernama
Achmad Ibnu Mutsanna. Ketika saya sedang tidur, terdengar olehku suara ghaib,
katanya : “Hai Ibnu Mutsanna, maukah engkau berbuat sesuatu kebaikan untuk
Allah ?”. “Alangkah gembiranya hati saya bila Allah mengizinkan saya untuk
itu”, jawabku. “Bawalah lima ribu dinar kepada Sariy As-saqthi untuk menebus
Tuhfah, karena dia telah kupilih sebagai waliku yang mendapat ‘inayah
pertolonganku. Dan ketahuilah olehmu, bahwa tuan pemilik Tuhfah itu, akan
dimudahkan Allah rizkinya dengan tak usah bersusah payah lagi”.
Kata Ibnu Mutsanna selanjutnya : “Maka setelah saya bangun, segeralah saya
datang kemari untuk memenuhi apa yang telah diperintahkan kepada saya”.
Bekata Sariy As-Saqthi : “Maka bersujudlah aku karena bersyukur kepada
Allah atas karunia nikmat-Nya yang telah kuterima itu. Demikianlah, setelah
fajar menyingsing, segera aku tegak bersembahyang subuh, kemudian segera aku
keluar menuju rumah sakit. Di muka pintu rumah sakit, kulihat si penjaga sudah
tegak berdiri dan setelah melihat aku datang, bertanyalah ia kepadaku, katanya
: “Tuan datang kemari untuk urusan Tuhfah, bukan ?”. “Ya”, jawabku. Dan
seterusnya lalu kuceritakan padanya apa yang telah terjadi antara aku dan
pemilik wanita itu semalam dan segera aku masuk kerumah sakit itu. Demi Tuhfah
melihat aku datang, menangislah ia dengan air mata yang bercucuran seraya
bersyair, katanya :
Telah cukup kusabarkan diriku
Kerena mencintai-Mu, tapi
Kini kesabaran itupun rupanya
Telah dekat masanya meninggalkan daku
Tak tersembunyi bagi-Mu
Segala urusan ini
Wahai harapan
Dan tempat kumohon
Kuharapkan Engkau melepaskan
Beban kebudakan dan
Dijadikan aku manusia merdeka
Yang terlepas dari tawanan
Ketika kami sedang duduk, datanglah tuan pemilik wanita jariyah itu dengan
muka cemas serta bercucuran air matanya, lalu aku berkata kepadanya : “Tak usah
tuan menangis, Allah telah memberi kelapangan, uangpun telah siap sedia seperti
yang tuan harapkan, bahkan kalau perlu boleh tuan meminta tambahannya, walaupun
sampai lima ribu dinar”. Demi Allah, tidak akan saya terima uang tebusan itu,
walaupun dengan emas dan perak sepenuh bumi”, jawabnya.
“Hai tuan, bukankah tuan telah berjanji dengan saya kemarin itu ?” kataku.
“Betul tuan”, katanya. ”Tetapi tuan tidak tahu apa yang terjadi. Ada
beberapa cercaan atas diriku dari suara “hatif” (ghaib) yang telah saya
dengar
“Ketahuilah, bahwa wanita ini telah kumerdekakan karena Allah ta’ala,
bahkan segala milik dan kekayaanku telah kusediakan semuanya untuk Allah
ta’ala”.
Kata Sariy As-Saqthi: Aku telah menoleh kebelakang, tahu-tahu Ibnu mutsanna
sedang menangis di belakangku dengan sekuat-kuatnya, lalu aku bertanya kepadanya,
“Apakah yang tuan tangiskan itu?”.
Jawabnya : “kalau begini kejadiannya, itulah suatu tanda bahwa Allah tidak
ridha kepadaku”. “bukan begitu”, kataku, padahal perbuatan tuan telah di catat
karena niattuan yang baik itu. Niat itu adalah lebih baik dari pada amalannya”.
Kemudian itu berkatalah Ibnu Mutsanna : “Hai Sariy As-Saqthi, uang itu
telah saya keluarkan untuk Allah Azza Wa Jalla, maka tak boleh dikembalikan
lagi. Jadi uang itu dan sisa uang saya yang ada, semua telah saya sedekahkan.
Begitu juga segala budak sahaya yang ada pada saya, telah saya merdekakan
semuanya karena Allah Ta’ala. Kini saya akan kembali kepada Allah dan bertaubat
dari dosa saya”.
Tiba-tiba Tuhfah tegak berdiri dan dilepaskannya pakaian-pakaiannya. Dia
lalu menggantinya dengan pakaian yang terbuat dari bulu serta pergilah ia
bersama-sama kami, seraya bersyair katanya :
Wahai kesenangan hati, Engkaulah
Pujaan hati dan kesenanganku
Engkau adalah harapan dan tujuanku
Cahaya dari segala cahaya
Berapa banyak kulihat pecinta
Bersabar diri karena cinta dan
Berapa lama cinta berdiam
Bersinggasana dalam dada
Kemudian itu ia menjerit dan mengeluh katanya : “Wahai alangkah lamanya
kesedihan ini”.
Setelah itu berpisahlah kami dengan Tuhfah pergi sambil bersyair :
Aku menangis karena-Nya
Dan aku lari dari-Nya kepada-nya
Demi hak-Nya, harapan itu
Takkan ku tinggalkan selamanya
Hingga tercapai olehku
Cita-cita yang kupinta dari-Nya.
Berkata Saryi As-saqthi : Sejak itulah ia meninggalkan kami”.
Sehingga pada suatu tahun, pergilah aku beserta bekas tuannya Tuhfah
menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Ketika kami sedang mengerjakan thawaf dengan beberapa jama’ah, terdengar
olehku suara duka dari seorang wanita yang memanggilku dengan suara yang sangat
nyaring.
Setelah wanita itu melihat kami, ia pun bersyair :
Pecinta Allah di dalam dunia
Senantiasa menderita dan bersakit-sakit
Ia pun tak putus-putus dengan penyakit
Yang dari itu juga penyakitnya sembuh
Ia rindu karena cintanya
Nan tak mengharapkan kasih lainnya
Demikianlah tiap pecinta
Mengeluh merintih hingga berjumpa.
Kemudian ia jatuh
pingsan. Setelah siuman Melanjutkan lagi syairnya :
Aku
akan mati ,namun cintaku
Tetap tak akan berubah
Jiwakupun tak akan merasa puas
Selamanya oleh rasa cinta kepada-Mu
Wahai harapan dari segala harapan
Hanya engkaulah harapanku
Tempat kerinduan dan rahasiaku
Bukankah Engkau petunjuk jalan
Bafi yang sesat dalam perjalanan
Penolong bagi mereka yang jatuh ke jurang.
Aku maju mendekati wanita itu, kata Sariy As-Saqthi, kuketahui, ia adalah Tuhfah.
Aku bertanya kepadanya : Apakah pemberian Allah kepadamu setelah engkau
putuskan hubunganmu dengan makhluk ?”.
Ia mejawab
: “Dia menjadikan aku di dekat-Nya dan menghindarkan aku
Gangguan makhluk-Nya
Kemudian kataku lagi kepadanya :Tuhfah,
Ahmad ibnuu mutsanna
telah meninggal”.
Jawabnya : “Semoga
Allah mengasihi dan mengampuninya. Kuharapakan dari Allah segala kebaikan dan
kenikmatan untuknya dan semoga Allah membalasnya dari uang yang ia nafkahkan di
jalan Allah itu dengan tujuh ratus kali lipat,
bahkan lebih dari itu”.
Kemudian itu ia berdo’a : “Wahai Tuhan dan penghuluku ,
aku memohon kepada-Mu yang telah menerangi segala kegelapan dan menjadi baik
karenanya segala urusan duni dan akhirat, agar supaya Engkau mencabut ruhku
kembali kepada-Mu . Sampai bilakah aku harus tinggal di dunia dengan penuh
derita ? Ilahi, cukup lama aku merindukan-Mu, segerakanlah oleh-Mu Rohku Kau
panggil kembali. Wahai Tuhan yang lebih kasih dari pada segala Pengasih, Tuhan
yang memperkenankan do’a orang yang sedang dalam kesempitan.
Sehabis berdo’a ia menghadap kiblat dan membaca dua
kalimat syahadat, kemudian ia punmenghembuskan nafas terakhir kembali menemui
Tuhan yang di rindukan dan di cintainya siang dan malam
Maha suci Allah, Tuhan yang hidup tiada matinya”.
TAMAT
Cetakan I
September 1971
Cetakan II Desember
1989
Cetakan III Juli
2005
Cetakan IV Juli
2013